top of page
Search

Akuntansi Nol (dari nol menuju nol)

Maharani Wuryantoro

maharaniwu17@gmail.com


ABSTRAK

Akuntansi nol yang dimaknai dari nol menuju nol, artikel ini dimaksud untuk memperjelas makna tazkiyah dalam aktivitas akuntansi berkaitan pada substansi “kembali ke kemanusiaan dan kehambaan kita semula” melalui pemaknaan angka nol. Mengapa nol? seperti yang dituliskan dalam Quran Surat Hud (11) ayat 61 yang bermakna bahwa manusia diciptakan dari bumi (tanah) dan bertugas sebagai pemakmur bumi. Artinya manusia berada pada kehambaannya kepada Tuhan Semesta Alam. Upaya pemakmuran bumi tidak lepas dengan akuntansi di dalamnya sebagai aktivitas suci.

Kata kunci: akuntansi, nol, mengelola bumi, pemakmur bumi


Accounting for zero which is interpreted from zero to zero, this article is intended to clarify the meaning of tazkiyah in accounting activities related to the substance of "returning to humanity and our original servitude" through the meaning of the number zero. Why is it zero? as written in the Quran Surah Hud (11) verse 61 which means that humans were created from the earth (land) and served as the prosperity of the earth. This means that humans are in their servitude to the Lord of the Universe. The prosperity of the earth cannot be separated from accounting in it as a sacred activity.

Key word: accounting, zero, manage the earth, prosperity of the earth


PENDAHULUAN

Saat ini titik temu antara tiga hal (akuntansi yang diartikan sebagai sarana pencatatan dan pelaporan keuangan, konsep keuangan, dan ekonomi) berupa pertumbuhan ekonomi dengan tujuan akhir pasar bebas. Seiring berkembangnya, konsep pertumbuhan akuntansi digunakan sebagai alat dalam memastikan akumulasi kapital melalui aktivitas perusahaan, mendorong pertumbuhan aset dan produktivitas kinerja yang presisi, serta tindakan maksimalisasi laba melalui kalkulasi berdasarkan metode pembukuan modern. Semenjak munculnya revolusi industri, akuntansi menjadi memiliki spirit kapitalisme (Weber 1930, dalam Mulawarman, 2019).

Standar akuntansi diterapkan dan dibuat oleh pihak yang memegang nilai tertentu dan digunakan untuk mengatur aktivitas bisnis. Penerapan standarisasi ini menjadi suatu keharusan dan diatur dalam regulasi. Namun apakah nilai tersebut sesuai? Lebih lanjut, dalam Macve (2015) “akuntansi yang baik” melalui Financial Accounting Theory (FAT) menurut FASB dan IASB rupanya mengabaikan adanya kekuatan organisasi, hukum dan politik, agama dan sosial yang telah membentuk akuntansi itu sendiri. Penyeragaman akuntansi melalui standar yang dibentuk akan menimbulkan banyak ketidaksesuaian dengan penerapan akuntansi berbasis sosial budaya dan agama seiring perkembangannya yang panjang pada masa lampau. Tidak ada kesesuaian, yang jika penyeragaman itu dipaksakan akan berimplikasi pada keuntungan pada satu pihak dan kerugian pada pihak yang lain. Akuntansi dengan cara ini akan mengakhiri kesuciannya.

Dalam sejarahnya, akuntansi memiliki kedekatan dengan aktivitas pertanian. Pencatatan akuntansi awal mula muncul dan berkembang sejak manusia berpindah dari berburu dan pengumpul menuju menetap dan bercocok tanam bermula kurang lebih 5.000 tahun lalu. Praktik Akuntansi menurut (Macve, 2015) berperan penting terhadap perkembangan budaya tulisan dan perkembangan kognitif manusia pada umumnya. Melalui proses yang panjang akuntansi digunakan sebagai dasar proses pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban terhadap yang Maha Suci (Mulawarman, 2020).

Perkembangan akuntansi kini tidak lepas dari pengenalan angka nol (0) yang akrab digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia saat ini. Angka nol (0) dikenalkan oleh Al-Khawarizmi pada abad ke delapan. Rupanya angka nol tidak hanya dimaknai dari segi material saja, nol dapat dimaknai sebagai moksa, atau menuju keabadian Ilahiah. Nol dianggap sebagai fungsi numerik atas ketiadaan, makna ketiadan ini bukan untuk menghindari namun justru digunakan untuk memahami realitas (Karakas, 2008). Realitas menunjukkan bahwa terdapat nilai ilahiah yang tersimpan dalam angka nol, menyiratkan bahwa aktivitas manusia di muka bumi ini tidaklah bebas nilai. Seperti halnya aktivitas akuntansi yang kini penerapannya sangat erat menggunakan angka hindu arabic ini, ada nilai yang terkandung di dalamnya yang tersirat dari penggunaan angka-angka tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk memperjelas makna tazkiyah dalam aktivitas akuntansi berkaitan pada substansi “kembali ke kemanusiaan dan kehambaan kita semula” melalui pemaknaan angka nol.

PEMBAHASAN

Menarik untuk dibahas, bahwa akuntansi adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan aktivitas pertanian (Mulawarman, 2016). Pencatatan akuntansi awal mula muncul dan berkembang sejak manusia berpindah dari berburu dan pengumpul menuju menetap dan bercocok tanam bermula kurang lebih 5.000 tahun lalu. Praktik Akuntansi menurut (Macve, 2015) berperan penting terhadap perkembangan budaya tulisan dan perkembangan kognitif manusia pada umumnya.

Akuntansi menjadi lebih mudah diterapkan setelah ditemukannya angka hindu Arabic yang diinisiasi oleh Al-Khwarizmi. Bukunya tentang perhitungan angka hindu telah berhasil menyebarkan angka suci 0 india (simbol ketiadaan, moksa, menuju keabadian ilahi) dalam sistem angka arab. Kontribusinya tidak hanya berdampak signifikan pada matematika dan sains, tetapi juga dalam bahasa, teknologi informasi dan ilmu terapan lainnya,

Angka suci nol (0) didefinisikan sebagai fungsi numerik dari ketiadaan yang didefinisikan secara matematis. Makna ketiadan ini bukan untuk menghindari namun justru digunakan untuk memahami realitas (Karakas, 2008). Dalam filosofi Hindu dan Buddha Nol sebagai sebuah kehampaan dalam konsep Nirwana, moksa, mencapai keselamatan dengan menyatu ke dalam kehampaan eternitas, menuju keabadian ilahi. Sedangkan dalam ilmu tasawuf yaitu disiplin ilmu dalam islam yang membangun batin manusia untuk terus menyucikan hati secara spiritual dan menanamkan kebajikan. Jalan transformasi sufi telah digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran diri dan pertumbuhan diri selama berabad-abad di dunia Islam. Dalam ilmu tasawuf, nol berarti menyadari kekuatan ketidakberdayaan. Nol menjadi perwakilan atas simbol pengorbanan diri, pengabdian, dan idealism dalam sufi. Nol merupakan transedensi, menuju keabadian ilahi. Nol mewakili kekuatan mengatasi ego, yang membawa kerendahan hati yang terus menerus dilakukan bukan sebaliknya berupa kesombongan dan kepercayaan atas kemampuan diri sendiri. Sehingga di sini nol dimaknai sebagai pusat keseimbangan, mewakili keberadaan manusia yang tidak egois, tidak mementingkan diri sendiri, dan berkeadilan. Melalui pemaknaan angka nol ini, digunakan untuk memahami aktivitas akuntansi di masyarakat berkaitan pada substansi substansi “kembali ke kemanusiaan dan kehambaan kita semula”.

Melalui Al-Quran surat Al-Hud (11) ayat 61 yang berbunyi :

dan kepada kaum Samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia Berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari Bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya,…

Makna tersirat dari ayat ini, bahwa hendaknya manusia yang diciptakan melalui bumi (tanah) adalah juga bertujuan sebagai pemakmur bumi. Hal ini sesuai, jika kita melihat ke belakang, manusia mulai melakukan .penulisan dan pencatatan dimulai sejak manusia berada pada masa bercocok tanam, pencatatan dilakukan atas adanya surplus hasil pertanian. Surplus tersebut dicatat sebagai harta dan sejak saat itu pengelolaan atas harta berkembang. Bisa dikatakan harta pertama yang dimiliki masyarakat pada masa bercocok tanam adalah surplus hasil pertanian yaitu hasil dari pengelolaan bumi.

Harta tersebut yang semula tiada (nol) kemudian timbul dalam wujud hasil pertanian sebagai pemberian Tuhan atas pengelolaan bumi, yang kemudian harta tersebut tetap harus dikelola sebaik-baiknya atas bentuk syukur dan persembahan kepada Tuhan. Itulah mengapa, akuntansi dan pertanian yang berkembang pada masa tersebut mengaitkan simbol-simbol penting akan Tuhan melalui kesucian, agama, dan kepercayaan. Melalui surat Hud ayat 61 ini pada dasarnya memaknai bagaimana manusia mengelola sumberdayanya, bagaimana upaya memutar hartanya dan bagaimana mengolah bumi yang ditempati ini.

Temuan yang menarik untuk dibahas, konsep laba (luar laba) dalam karakter petani menunjukkan bahwa al-falah merupakan bentuk keuntungan sejati yang terlepas dari konsep pertumbuhan yang materialistis. Fallah yang juga arti dari petani dan al-falah yang berarti kebahagiaan memberikan penegasan bahwa terdapat tiga hal yaitu: 1) kedekatan kesucian diri manusia dengan Tuhannya, relasi melekat antara diri manusia dengan bumi, dan dengan begitu manusia memperoleh kebahagiaan sejati menjadi manusia yang beruntung (muhflihun).

Penelitian Rizaldy (2012) tentang lokalitas biological asset pada petani apel di Batu, menunjukkan bahwa aset bagi petani apel desa sumbergondo Batu-Malang merupakan bentuk pemberian dari Tuhan, dimana masyarakat memiliki kewajiban untuk menjaga dan merawatnya. Jelas disini petani menyadari peran Tuhan dalam segala proses pertaniannya. Kedua, bentuk aset biologis juga tidak lepas dengan tanah sebagai aspek ekologisnya sehingga tanah adalah komponen dari aset biologis. Ketiga petani apel dalam rangka memenuhi kewajiban jangka panjangnya dan refleksi kebudayaan melakukan slametan untuk memelihara dan meningkatkan aset di masa depan. Slametan maupun aktivitas makan bersama tidak dimasukkan dalam pencatatan biaya yang dikeluarkan pemilik, hal ini sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang di dapatkan, sebagai suatu kebahagiaan yang dapat dirasakan petani (baik pemilik maupun buruh taninya). Dapat dilihat, disini menunjukkan adanya aktivitas-aktivitas yang tidak hanya berkutat dengan material saja. Pengelolaan akuntansi tidak melulu pada penjumlahan, pengurangan serta efisiensi biaya, melainkan pengelolaan ini sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban manusia menjadi wakil Allah di muka bumi. Bagaimana pengelolaan harta diperuntukkan guna mencapai maqasid syariah dan kemaslahatan seluruh makhluk di muka bumi ini. Ketundukan dan bentuk pertanggung jawaban inilah yang pada akhirnya mengantarkan manusia kembali ke nol (menuju keabadian ilahi).

Nilai-nilai yang terdapat pada slametan saat ini masih sama dengan apa yang terdapat pada teks-teks Jawa yang ditemukan sejak 1030 M, berupa spiritualitas dan ketuhanan, altruistisme, amal shalih, dan kebersamaan. Melalui penelitian Kamayanti, (2019) akuntansi dalam slametan Jawa mencakup baik pencatatan fisik maupun mental, dalam hal ini keuntungan spiritual-jiwa lebih penting dibanding keuntungan material. Lebih lanjut, nilai-nilai ini melibatkan bentuk kewajiban sosial, pencatatan sosial, jiwa spiritual untung yang tidak ada pada ukuran material pada akuntansi konvensional. bentuk kewajiban ini menjadi proses-proses yang mengacu pada nol mendekati nol.

Berbagai penelitian tentang keberadaan dan penerapan akuntansi dalam aktivitas masyarakat lokal, mulai dari aktivitas berocok tanam, dan beternak memberikan bukti bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan masyarakat tidak berkutat pada aktivitas untung dan rugi saja, namun lebih dari itu. Akuntansi masuk ke ruang-ruang religiusitas dan sosial masyarakat, sebagai rezeki yang berkah datang dari Tuhan.

Dengan demikian, kita dapat menyaksikan bahwa sebenarnya akuntansi di dalam ruang dan waktu dunia ini ilmunya tidak berubah peruntukannya. Unsur logika matematis merupakan cara untuk pengelolaannya namun perhitungan matematis praktis dan presisi bukanlah sebagai puncaknya yang menjadikan manusia sebagai penentu atas segala sesuatu yang bersifat materialistik. Akuntansi yang bermula dari angka nol (0) seyogyanya akan kembali ke nol (0). Nol akan menjadi titik awal dan sekaligus titik akhir dimana angka-angka yang timbul di antaranya melalui aktivitas penilaian, pengukuran, dan pelaporan adalah bentuk pengelolaan yang dilakukan manusia atas fungsinya sebagai wakil Allah di muka bumi ini.

KESIMPULAN

Akuntansi pada dasarnya dekat sekali hubungannya dengan pengelolaan bumi, peruntukan ilmu akuntansi dalam ruang dan waktu di muka bumi ini tidak berubah yaitu untuk digunakan manusia mengelola dan memakmurkan bumi. Melalui sejarah awal mula akuntansi muncul, pencatatan bermula dari adanya surplus hasil pertanian, dibersamai dengan wujud syukur dan ikhlas atas segala pemberian dari Yang Maha Suci. Masyarakat di daerah, penerapan akuntansi dalam aktivitas bertani tidak lepas dari nilai-nilai kepasrahan kepada Ilahi jauh dari perhitungan-perhitungan yang bersifat materialistik, karena menyadari bahwa segala sesuatu bermula dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan.

Sebagaimana angka nol yang hingga saat ini adalah hal yang misteri, Akuntansi dapat digambarkan bermula dari angka nol (0) seyogyanya akan kembali ke nol (0). Nol akan menjadi titik awal dan sekaligus titik akhir dimana angka-angka yang timbul di antaranya melalui aktivitas penilaian, pengukuran, dan pelaporan adalah bentuk pengelolaan yang dilakukan manusia atas fungsinya sebagai wakil Allah di muka bumi ini. Akuntansi Nol hadir sebagai permulaan dan akhir, dengan jarak yang terbentang di antaranya menjadi kewajiban manusia untuk mengelolanya. Sejarah ribuan tahun berkenaan dengan akuntansi berperan sebagai titik tolak bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih akan relevan hingga hari ini dan masa depan. Akuntansi memiliki nilai, bukanlah bebas nilai.



DAFTAR PUSTAKA

Kamayanti, A. (2019). Tracing Accounting in Javanese Tradition. Internal Journal of Religious and Cultural Studies. Vol 1. No. 1. https://doi.org/10.34199/ijracs.2019.4.003

Karakas, F. (2008). Reflections on zero and zero-centered spirituality in organizations. Competitiveness Review. Vol. 18 No. 4, hal. 367-377. https://doi.org/10.1108/10595420810920833

Macve, R. H. (2015). Fair Value vs Conservatism? Aspects of the History of Accounting, Auditing, Business and Finance from Ancient Mesopotamia to Mdern China. British Accounting Review. 47(2), 124-141. https://doi.org/10.1016/j.bar.2014.01.001

Mulawarman, A. D. (2016). 2024 Hijrah untuk Negeri: Kehancuran atau Kebangkitan (?) Indonesia dalam Ayunan Peradaban. Yayasan Rumah Peneleh

Mulawarman, A. D. (2019). Akuntansi Pertanian. Yayasan Rumah Peneleh

Mulawarman, A. D. (2020a). Jalan Laba Petani: Falah Al-Fallah. Jurnal Riset dan Aplikasi: Akuntansi dan Manajemen. Vol 4. No. 2. hal 213-222. https://doi.org/10.33795/jraam.v4i2.008

Mulawarman, A. D. (2020b). Accounting, Agriculture, and War. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. Vol 11. No 1. http://dx.doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.01

Rizaldy.Novan .(2012). Menemukan Lokalitas Biological Assets: Pelibatan Etnografis Petani Apel. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Vol.3 No. 3. http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2012.12.7171

Prasetyo, W. (2020). Akuntansi Kelautan dan Perikanan Biru Berbasis Konsep Hasil Maksimum Lestari Wilayah. Jurnal Riset dan Aplikasi: Akuntansi dan Manajemen. http://dx.doi.org/10.33795/jraam.v4i3.011




15 views0 comments

Recent Posts

See All

CERPEN : Gadis Kecil yang Kupanggil itu adalah…

22.04 WIB, sebuah ruangan berukuran 3x4 meter itu hening tanpa suara. Seorang gadis meringkuk di atas ranjang. Meremas ujung bantal, dadanya sesak menahan isakan tangis agar tidak terdengar. Malam it

MAAF, AKU BELUM....

Buk, Aku belum tau bagaimana cara melakukannya Pak, Aku belum tau bagaimana rasanya kamu berjuang Dek, Aku belum pernah melewati fase ini, ini berat Kak, Aku belum pernah berada di sudut pandangmu Nak

Post: Blog2_Post
bottom of page